Sabtu, 17 Mei 2014

kisah 4 relawan

“kinettttttt buruan..” teriak dian temen gue dari dalam mobil.

Brug.

Gue segera menutup bagasi mobil dan bergegas masuk mobil.

Hari ini rencananya gue dan ke 4 temen gue akan pergi ke sebuah desa terpencil untuk tinggal beberapa bulan di sana sebagai relawan. Sebelumnya gue perkenalkan teman-teman gue ini.
Yg pertama namanya dava dia yg punya mobil ini. Menurut gue dia anaknya ganteng, punya perawakan yang tinggi, putih, dan dia care banget sama sahabat-sahabatnya. Dia ini lulusan psikologi. Bisa baca karakter orang, pinter membaca kondisi dan dia yang mengajak kami untuk menjadi relawan di desa ini.

Yang kedua namanya  fary dia sahabat gue dari SMA. Dia wataknya cuek tapi sebenernya peduli banget. Ganteng, tinggi, dan cowok banget. Pemikiran dia paling dewasa di antara kami yg kadang kenak-kanakan.. dia ini seorang dokter, dia baru lulus tahun kemarin. Awalnya dia ga mau ikut, tapi setelah tau kita membutuhkan tenaga dokter di desa tersebut, dia dengan senang hati akan membantu.

Yang ketiga namanya dian. Dian ini pacarnya dava. Anaknya baik banget, cantik, dan suka petualangan. Dia ini seorang apoteker. Dia antusias sekali ikut ke desa, dan memang tenaga dan ilmu dia tentang obat-obatan sangat di butuhkan untuk membantu kami.

Dan yang terakhir gue. Nama gue kinet. Seorang dokter gigi,. gue suka ke desa. Tapi ini kali pertama gue ke desa terpencil, dan akan berada di sana selama beberapa bulan.
Kita berempat bersahabat sejak SMA, dan baru 3 bulan kemarin kita ketemu lagi. karna dari dulu kita satu mimpi untuk membantu orang-orang desa. Kebetulan profesi kita saling berikatan jadi kita merencanakan untuk menjadi ‘RELAWAN’, dan di saing itu juga fary akan sekalian menjalankan tugasnya dari rumah sakit pemerintah untuk mengadakan analisis kesehatan di sana. Ini akan menjadi perjalanan yang menyenangkan ! yeah..
*******
4 hari 3 malem perjalanan untuk mencapai desa terpencil tersebut. Kami sengaja tidak menggunakan pesawat karna supaya lebih memudah menyusuri desa, kita sepakat menggunakan mobil. Perjalanan memakan waktu lama karna kami juga harus menyebrangi laut dengan menggunakan kapal. Belum lagi akses ke desa tersebut yang cukup memakan waktu lama.

Kami memberhentikan mobil di depan klinik yang nantinya akan kami pakai untuk warga berobat. Miris sekali melihat keadaan klik dari luar. Kotor, dan mulai banyak di tumbuhi rumput-rumput yang sangat tinggi. Entah kenapa tiba-tiba saja bulu kudukku merinding begitu melewatinya.

“dokter fary ya? Dari kota?” kata salah seorang penduduk desa yang menyambut kami. Perawakan pria itu, tinggi dan mukanya agak seram.
“betul. Ini teman-teman saya juga dari kota. Ini dokter kinet dia dokter gigi, ini dava seorang psikolog, dan ini dian dia yang akan menyediakan obat untuk warga di sini.” Ucap fary memperkenalkan kami kepada bapak tersebut.

“saya didi, saya yang akan membantu kalian selama di desa ini. Mari saya antar ke rumah kalian selama tinggal di sini.” Kata bapak didi lalu kami berjalan mengikuti dia.

Desa ini indah, sejuk. Tapi masih banyak hutan. Dan jarak dari rumah satu ke rumah yang lain itu berjauhan. Hampir di setiap rumah, memiliki kuburan di depan halamannya. Ga tau kenapa dari awal gue menginjakan kaki di desa ini hawanya ga enak. Selalu merinding, tapi ketika gue ngeliat dava sama dian di belakang mereka kelihatan menikmati bahkan mereka tak sungkan foto-foto narsis menggunakan tongsi. gue dan farry jalan berdua. Farry pun sama, dia terlihat menikmat perjalanan. Tapi kenapa gue merinding terus ya.

“net, kenapa lo?” Tanya farry tiba-tiba, “engggh ga papa” jawab gue berusaha positive thinking.

Cukup jauh juga, jarak dari klinik tadi ke rumah kami. Sepanjang jalan gue ngeliat ibu-ibu yang habis dari ladang membawa rumbut tapi mereka sama sekali tidak terlihat ramah ketika melihat kami. Ketika gue senyum mereka hanya melihat gue dari kepala ke ujung kaki lalu mereka segera berjalan cepat tanpa membalas senyum gue. Ada apa di desa ini, katanya orang-orang desa ramah, ini sih ga ada ramah-ramahnya. Huh~

“mereka memang seperti itu terhadap orang baru. Sebenarnya mereka tidak suka ada orang baru masuk ke desa mereka. Tapi kami tahu maksud kalian ke sini itu baik. Jadi ya kalian harus bisa menyesuaikan diri dengan warga di sini. Nanti juga mereka terbiasa dengan kehadiran kalian.” Ucap bapak didi, seolah-olah bisa membaca pikiran gue.
Gue menggangguk pelan..

“ini rumah kalian, selama di desa ini. Maaf jika rumahnya tidak sebesar rumah kalian di kota. Yah namanya juga desa hehehe.. di sini ada 2 kamar. Di sebelah sana untuk para pria, yang ini untuk wanita. Kalau kalian akan mandi, kamar mandi terletak di ujung rumah. Kalau air habis kalian harus ambil dahulu di sumur. Tidak usah khawatir, sumurnya ada di dalam kamar mandi. Jadi kalian tidak perlu jauh-jauh ke sungai. Silahkan jika ingin melihat dulu.” Kata bapak didi..

WOW.. gue ga nyangka. Rumahnya ternyata bersih menurut pak didi, warga desa sempat bergotong royong untuk membantu membersihkan rumah ini. Gue memutuskan untuk melihat kamar mandinya. Ternyata kamar mandinya masih sangat sederhana. tiba-tiba gue mendengar ada suara orang menangis. Sepertinya dari luar kamar mandi. Gue berjalan keluar suara tangisannya makin keras. Seketika bulu kuduk gue merinding. Karna di situ gue ga liat ada orang gue langsung lari ke ruang tamu.

“kenapa net?” Tanya dian. “gue..itu tadi gu..gu..gue……” belum sempat gue jawab bapak didi berbicara lagi

“oh ya, untuk kalian, jangan pernah sekali-kali memasuki hutan di atas jam 7 malam. Dan jika kalian melalui hutan jangan pernah keluar dari jalan setapak. Kalian bisa tersesat. Dan yang kalian harus tahu. Banyak warga yang mati disana. Bertahi-hatilah” ucap bapak didi menjelaskan.

WHAT? Banyak warga mati di hutan. Gila sumpah horror banget nih desa. Gue orangnya penakut dan di tempatin di desa sehoror ini. Sakit jiwa! Kami semua menggangguk, tanda mengerti. Lalu bapak didi melanjutkan pembicaraannya.

“saya akan ke klinik untuk membereskan barang-barang di sana. Supaya lusa kalian sudah bisa praktek. Nanti barang-barang kalian biar saya dan warga desa yang antar ke sini. Kalian istirahat dulu, perjalanan pasti udah menguras energy kalian. Saya mohon pamit, kalau butuh bantuan lagi rumah saya di ujung jalan sana. Dan rumah pak kades di samping rumah saya.” Itu kata terakhir yang sempat gue dengar dari bapak didi. Sebelum dia pergi.
******
Kami semua duduk di kursi ruang tamu….
“ah gila ni desa keren abis.. semoga lancar deh nanti praktek kita di sini” ucap fary dengan muka antusiasnya.
“ia, coba lo liat nih hasil foto-foto gue tadi sama dian. Keren bangetkan pemandangannya.” Kata dava sambil memperlihatkan gabar-gambar di kamera SLR miliknya.
Mereka berdua asik melihat-lihat gambar di kamera dava, dan dian sibuk dengan laptopnya. Gue sih lagi bengong mikirin suara tangisan yang tadi gue denger pas lagi di toilet.

“eh ia net, tadi lo kenapa pas habis dari belakang.? Pucet banget lu tadi. Asli” kata dian sambil matanya tetap terfokus pada laptop.
Saat itu, fary dan dava langsung menoleh ke arah gue. “ia kenapa tadi lu?” Tanya dava juga.

“tadi gue denger suara cewek nangis gitu. Aneh kan. Dari awal gue masuk desa ini hawanya tuh ga enak banget. Kalian ngerasa ga sih, ada yang aneh dari desa ini?” ucap gue sambil ketakutan.

“ah mungkin suara tentangga kita kali” kata dian, kali ini matanya tidak lagi menoleh ke arah laptop.

“ga mungkin lah. Suaranya th tadi di depan kamar mandi.. sumpah keras banget suaranya di” jawab gue semakin ketakutan.

“aneh banget ya.. kita tuh ga punya tetangga loh. Tadi kalian merhatiin ga sih, jarak dari satu rumah ke rumah yang lain tuh jauh. Jadi ga mungkin itu suara tentangga kita.” Jelas dava

“gue ingin pulang!! Gue takut di sini.. ga enak banget hawanya.. gue mau pulang!!” tangis gue.

Fary duduk di samping gue. Dia peluk gue. Gue saat itu bener-bener takut..

“kinet. Kita belum sehari ada di sini. Mungkin lo capek perjalanan jauh, jadi mungkin aja itu halusinasi lo. Udah dong jangan nangis. Jangan takut juga. Di sini ada kita. Udah ya udah” ucap fary menenangkan gue. Dari dulu rasanya tenang banget kalau ada  di pelukan dia.

“Anjriittt man!!! Gila gila gila.. lo liat ini.. lo liat ini.. parah!!” ucap dava mengagetkan.

Fary melepaskan pelukkannya dari tubuh gue yang masih ketakutan..
Dian terlihat kaget ketika melihat gambar di kamera  dava. Dian langsung menutup wajahnya. Fary mengambil kamera dan segera menghapus foto tersebut dari kamera dava.

“gila yah. Kayanya kinet bener. Desa ini horror man. Lo liat. Itu tadi gue lagi foto pemandangan sama dian,dan sama sekali ga ada orang. Dan hasil fotonya tadi lo liat kan! Ada cewe rambut panjang berdiri  deket pohon.” Kata dava histeris.

“balik sekarang mending kita man.” Kata dava kepada fary. Fary dia mematung dan berusaha menenangkan kita semua yang seketika panik.
“dav, lo tuh cowok. Sama setan ajah lo takut. Harusnya lo bantuin gue tenangin cewek-cewek ini. Udahlah, ga usah pada panik. Itu paling juga efek cahaya. Jadi kaya bentuk cewek kalau di foto pake SLR” kata fary berusaha menyakinkan kita semua.

Ketika kondisi mulai membaik. Fary meminta kita semua untuk tidur.

*******

Gue terbangun ketika mendengar suara warga kampung di luar rumah.. gue kira udah pagi ketika gue liat jam masih jam 1 dini hari. Gue liat dian masih terditur pulas. Gue memutuskan untuk keluar melihat apa yang sebenarnya terjadi. Ketika baru hendak berjalan keluar kamar. Ada yang mengetuk pintu.. gue segera berlari keluar. “ada apa ini pak??” Tanya gue ketika melihat ada bapak-bapak di depan pintu rumah. “ada bapak dokter? Itu barusan warga menemukan wanita di hutan perutnya berdarah-darah” ucap penduduk desa itu.

Gue bergegas membangunkan fary, dava dan dian  juga ikut terbangun. Kami segera menuju klinik bersama warga desa yang lain.

Sesampainya di sana. Gue membantu fary di dalam ruang perawatan. Sedangkan dian dan dava menemani warga di luar klinik, sekalian mencari informasi apa yang sebenarnya terjadi.
“net. Tolong ambilkan antiseptic dan perban di lemari. Dia masih hidup tapi mengalami pendarahan serius.

Besok pagi dia harus segera di larikan ke rumah sakit. Jika tidak, sulit untuk membersihkan pendarahan di dalam dengan peralatan seadanya begini.” Ucap fary sambil terus membersihkan luka wanita ini.

“besok pagi, bawa dia segera ke rumah sakit.” Ucap fary kepada warga yg lain
“tapi dok, perjalanan dari desa ini ke rumah sakit itu butuh 4 jam perjalanan. Apa dia bisa bertahan dok?” Tanya warga yang lainnya.
“usahakan saja. Jika hanya mengandalkan peralatan di klinik ini. Jujur nyawanya mungkin tidak akan tertolong.” Kata fary tegas.
“baik dok. Terima kasih banyak dokter. Sekarang biar kami yg menjaganya di sini. Dokter dan teman-teman dokter bisa kembali beristiahat.” Kata warga desa yang lain.

Kami berempat pulang kembali ke rumah. Saat itu jam menunjukan pukul 3 dini hari. Perjalanan dari klinik ke rumah itu jauh dan harus melewati pepohonan. Dan seperti yang gue bilang dari awal di sana tuh angker,.

“fary, lo denger sesuatu ga sih?” ucap dava , “denger apaan? Udah yuk cepet jalannya” kata fary semakin mempercepat jalannya.

Tiba-tiba ada seperti bayangan melintas cepat di depan kami semua. Bayangan hitam dan besar yang sempat gue liat. Fary menarik tangan gue, lalu berjalan lebih cepat bahkan setengah berlari. Suasana saat itu semakin mencekam. Sama sekali ga ada lampu di jalanan itu, hanya ada cahaya dari lampu senter yang kamu berempat pegang.

“cepet jalannya. Jangan pernah liat ke belakang.” Ucap fary dengan langkah cepat.

Ketika hampir setengah perjalanan. “awww kaki gue” kata dian.. kaki dian terkilir. Kami harus menghentikan perjalanan kami. Ketika dava sedang membantu dian bangkit. Terdengar samar-samar suara orang minta tolong.

“far, di, dav, kalian denger ga sih. Kaya ada orang minta tolong.?” Kata gue. “gue sih dengernya suara burung hantu” kata dava.

gue menarik tangan fary “kayanya dari arah sana deh.” Gue dan farry ke arah sumber suara. Dava dan dian menunggu di jalan tadi. Gue dan fary terus berjalan dan suaranya semakin jelas. Lampu senter gue arahkan ke segala arah. Mencari sumber suara. “haloo ada orang di sini?” ketika gue berteriak begitu suara orang minta tolong itu berhenti.

“cabut sekarang kinet, balik balik.. ayo cepet larii… lari kinet lari.. lebih cepet.” Ucap fary sambil menarik tangan gue.

Sesampainya di jalan tadi gue ga liat dava sama dian. Padahal tadi mereka ada di sini. “dava sama dian kemana?” Tanya gue ke fary. “mana  gue tau. Mungkin tadi kita kelamaan, jadi mereka balik duluan.”

Kata fary lalu kami berjalan ke arah rumah.
“lo tadi kenapa sih narik gue. Bikin panik tau ga!” ucap gue ke fary, “lo liat ga?! Tadi tuh kuburan net.” Kata fary membuat gue tersentak. “wah.. yuk jalannya lebih cepet far. Gue langsung merindig nih” kata gue .

******

Sesampainya di rumah. Sepi banget nih rumah. Ternyata gue liat dian. Tertidur pulang di kamar. Heuh dasar kebo, liat kasur langsung tidur aja bawaannya. Gara-gara kejadian tadi, gue memutuskan untuk duduk di ruang tamu, sambil baca-baca modul kedokteran gigi, untuk ngalihin pikiran gue dari kejadian aneh tadi.
“oi. Kenapa ga tidur lu??” kata fary mengagetkan, “ga bisa tidur gue. Si dian gue liat tadi pules banget. Hebat ya, baru di tinggal sebentar tidurnya udah sepules itu.” Kata gue. “eh ia loh, si dava juga. Nyenyak banget.

Capek kali yah mereka.” Kata fary.
“desa ini aneh banget ya. Horror. Masa ada cewek berdarah-darah jam 1 malem.” Kata gue sambil menutup modul.
“ia juga sih. Tapi sempet denger juga dari beberapa warga. Katanya memang sering kejadian kaya gini.

Makanya kita ga boleh kehutan lebih dari jam 7. Kecuali bapak-bapak di desa ini.” Jelas fary
“lah memangnya ada apa? Gue jadi penasaran” Tanya gue heran,
“gue juga ga tau bu dokter.. udah deh nurut aja.” Kata fary sambil mengacak-ngacak rambut gue.

Ketika gue dan fary lagi bercanda si dian keluar kamar dengan rambut berntakan dan mengucek-ngucek mata..
“duh kalian apaan deh, jam segini udah pada berisik aja. Ganggu orang tidur tau” kata dian lalu duduk di kursi sebelah kami.

“yeh itu sih lo aja yang kebo udah jam setengah 5 kali. Eh ngomong-ngomong kaki lo itu udah sembuh? Kok ga pincang jalannya?” kata gue heran, fary juga melihat ke arah dian dengan pandangan heran.

“hah? Gila lo ya? Kaki gue ga kenapa-kenapa kali. Dari dulu juga gini-gini ajah, sehat terus. ” Kata dian lalu menguap lebar.

“ga lucu becandanya ah.” Kata gue, “tau. Di Tanya serius malah becanda, lu di obatin sama dava sembuhnya cepet ya. Hebat banget power of love haha” kata fary membela gue

“kalian ngomong apa sih? Di obatin dava apa sih? Kaki gue ga apa-apa. Kalian tuh aneh deh” kata dia lagi.

“tapi tadi pas jalan dari klinik ke rumah ,lo jatoh, kaki lo kekilir dan lo teriak-teriak. Kok bisa ya sembuh secepat itu.” Gue semakin heran.

“hah? Ke klinik. Gue dari tadi tuh tidur, ini baru bangun gara-gara kalian berdua ribut.” Kata dian membuat gue tersentak hebbat. Gue dan fary saling memandang ga percaya, karna pas tadi ke klinik tuh dava dan dian ikut sama kita. Bahkan pulang dari klinik pun kita masih bareng.

“ga lucu kalau lo bercanda di saat kaya gini. Lo jelas-jelas tadi ikut ke klinik sama kita berdua, dan pas ada orang minta tolong lo sama dava pulang duluan.” Jelas fary

“hah? Tapi sumpah deh ya, gue tuh tidur. Gue sama sekali ga tau kalian berdua ke klinik. Emang ada apaan di klinik.?” Ketika dian berkata begitu, fary langsung ke kamar dan membangun kan dava.
gue dan dian mengikutin fary dari belakang.

“dav bangun! Woi bangun bangun!!!” fary berusaha membangunkan dava
“adoohhh kalian apa sih pagi-pagi udah bikin rusuh aja. Gue masih capek.” Kata dava menutup wajahnya dengan bantal.

“bangun woi! Serius nih gue. Kayanya desa ini memang berhantu deh” kata fary
Si dava langsung bangun. “maksud lo?” Tanya dava langsung

“sekarang gue Tanya dulu, kemana lo semalem?” kata fary, “ya tidur lah. Gue ga k diskotik, lagian d desa mana ada diskotik kan. Lo suka aneh deh” kata dava selengean.
“gue serius. Semalem tuh, ada warga dateng k sini. Katanya ada cewe luka-luka terus gue di suruh nolong tuh cewek. Dan lo sama dian tuh ikut sama kita. Pulang pun kita bareng.” Cerita fary pada dava
“serius lo? Sumpah deh ya, gue tuh tidur dan sama sekali ga tau bahkan ada warga dateng ke sini.” Kata dava lagi.

Fary menatap gue, wajahnya mulai panik. Gue berlari ke arah ruang tamu dan kembali nangis.
dava merangkul dian yang terlihat shock mendengar cerita kita. Fary menghampiri gue dia duduk di sebelah gue, dia memegang kedua tangan gue tanpa berbicara sepatah katapun.

“gue udah bilang kan dari awal. Desa ini tuh aneh. Horror. Gue mau pulang far.. ayo kita pulang.” Tangis gue.

“ia far, gila lo. Kita ga mungkin bertahan kaya begini terus. Ujung-ujungnya kita yg bakal jadi korban kaya cewek yg di klinik tadi malem!” bentak dava.

“lo semua tenang dulu. Ini semua mimpi kita, jadi relawan di desa. Dan besok kita baru mulai praktek , dan kalian udah pada mundur. Itu yg katanya solidaritas kepada sesama yang membutuhkan.!!”  Kata farry dengan suara-nya yang keras.

“oke oke.. gini deh, kita coba jalanin ajah dulu. Kita baru sehari di sini. Mungkin aja kalau orang baru ngerasa di hantuin gini. Tapi kalau udah lama mungkin kita bisa hidup normal lagi.” kata dian bijak.

“tuh denger, pacar lo aja berfikir kaya gitu. Dia perempuan, masa lo kalah sama dia. Udahlah, toh kita ke sini itu niatnya baik kan.” Kata fary.

“oke oke. Tapi sampe terjadi apa-apa sama kita. Gue ga mau tahu, hari itu juga kita balik ke bandung!” kata dava

*next part 2*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar