Hari ini hari pertama praktek di klinik desa ini.
Deva masuk ke ruang praktek gue “net, pasien berikutnya nih”
, masuklah seorang wanita kira-kira usianya sama dengan kami.
“pagi dokter.” Sapanya ramah. “pagi, apa keluhannya?” kata
gue bertanya ramah.
“dokter, lebih baik dokter dan teman-teman dokter pergi dari
desa ini. Di sini ga aman untuk kalian” ucap wanita itu, yang membuat gue heran
dan tiba-tiba terlintas kejadian-kejadian aneh kemarin.
“maksudnya? Niat kami di sini kan baik. Kami hanya ingin membantu
kalian.” Kata gue lagi
“saya tau dok, tapi disini ga aman dok. Saya takut terjadi
sesuatu sama dokter dan teman-teman dokter. Kalian ini orang baik, makanya saya
takut. Segeralah pergi dok.” Kata wanita itu lagi
“saya tidak mengerti maksud kamu. Biar lebih jelas bagaimana
kalau nanti sehabis praktek kamu ke rumah kita. Biar kamu cerita semuanya
dengan jelas.” Kata gue
“rumah dokter terlalu jauh dari sini, aku takut jika pulang
terlalu larut. Dokter tahu kan, di desa ini pamali wanita pulang malam. Sangat
berbahaya.” Kata dia menjelaskan.
“lalu bagaimana? Tenanglah, nanti kami akan mengantarkan
kamu pulang.” Jawabku menawarkan diri
“tidak, dokter tidak tahu kondisi di desa ini. Begini saja.
Sesudah praktek kita bertemu di sungai, dokter hanya perlu berjalan 100 meter
ke arah barat. Tempatnya aman. Disana banyak warga desa, yang akan pergi mandi
dan mencuci. Jadi kemungkinan kecil kita dalam bahaya.” Jelas dia lagi
gue menyetujui permintaan wanita itu. Sebelum dia pergi dia
sempat memperkenalkan diri. Namanya puput.
*********
Ternyata dia adalah anak kepala desa
di sini.
Ketika praktek semua berjalan dengan lancar. Tidak ada hal
janggal kecuali perbincangan gue dengan puput.
Sepulang praktek kami semua
langsung bergegas menuju sungai. Sebelumnya gue menceritakan kejadian tadi,
kepada fary,dava, dan dian.
“put.. sebenarnya ada apa? Ini perkenalkan teman-teman saya,
yang ini dokter fary, yang ini dava, yang ini dian” Tanya gue sambil
memperkenalkan temen-temen gue.
“seperti kata saya tadi. Kalian lebih baik segera pergi.
Tempat ini tidak aman untuk orang seperti kalian.”
Katanya di ulangi lagi,
membuat ketiga temanku yang lain saling pandang.
“oh ya, apa ini ada hubungannya sama wanita yang di bawa ke
klinik kemarin?” Tanya fary
“saya tidak tahu dok. Yang saya tahu, kalian tidak aman ada
di sini.” Kata puput lalu menunduk
“oh ya saya mau bertanya, apa semua orang di desa ini pernah
melakukan operasi?” Tanya fary lagi, aku bingung pertanyaan macam apa itu. Apa
hubungannya dengan keamanan kita di desa ini.
“operasi? Tidak dok. Memangnya ada apa?” Tanya puput heran
“aneh.. lalu, sebelum saya dan teman-teman saya ke desa ini
apakah ada dokter lain yang pernah ke sini?”
Tanya fary lagi, sih fary ini
maksudnya apa lagi nanya-nanya beginian.
“5 tahun yang lalu pernah. Tapi dokter itu kembali ke kota
makanya klinik itu tidak terurus. Karna itu kami semua kalau sakit berobat ke
mbah gito” kata puput
“mbah gito? Siapa dia.?” Tanya fary berusaha menyelidiki
“dia dukun yg biasa menyembuhkan warga di sini. Sepertinya
kita harus pulang sekarang dok, mari saya antar. Pamali jika kita pulang
kemaleman.” Kata puput.
Kami mengikuti puput..
*******
Dava tergelincir jatuh ke tanah sedalam 2 meter. Kita panik
dan segera turun membantu.
“jalan hati-hati woi. Bangun-bangun..” fary segera menolong
“duh kamu ga kenapa-kenapa kan sayang?” kata dian panik
“eh itu ada jalan setapak. Kita ke sana yuk. Penasaran gue.”
Kata dava tiba-tiba
“jangan-jangan, kita sudah keluar jalur. Ayo kita kembali ke
atas. Berbahaya.” Kata puput panik
“suuuuutttt jangan berisik bentar doang.” Kata dava lagi
“jangan ah. Bener kata puput mending kita balik aja ke atas.
Ayo buruan keburu malem.” Ucap gue takut
“lagian. Belum pernah ada warga desa yang berjalan ke arah
sana. Saya takut terjadi sesuat di sana.” Kata puput
Akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke atas, karna untuk
naik ke atas sangat sulit kami harus memutar jalan. Di tengah hutan tersebut,
kami bertemu dengan sesosok lelaki tua. Mengenakan pakaian hitam dan satu orang
bertubuh besar. Di tengah hutan itu
“permisi mbah. Numpang lewat” kata puput kepada orang
tersebut
“ini mbah gito.” Bisik puput ke arah kami
“dari mana kalian?!!” suara seram mbah gito
“mereka tadi terperosok di sana mbah. Jadi kami akan memutar
jalan lewat situ. Maaf mbah” kata puput
Gila nih mbah ngeliatin kita kaya, benci banget gitu sama
kita. Wajahnya horror banget, tidak bisa di ungkapkan dengan kata-kata deh.
Akhirnya kita keluar hutan
dengan selamat.
*di rumah*
“aneh. Desa ini benar-benar aneh.” Kata fary
“memangnya kenapa sih far?? Dari tadi lu aneh nanyanya” kata dian heran
“ya aneh. Warga di desa ini tuh ga tau soal operasi. Tetapi pasien-pasien gue
tadi, kebanyakan di perutnya ada bekas operasi gitu.” Ucap fary menjelaskan
“jangan-jangan ini ulah mbah gito!” ucap dava
“mbah gito itu hanya dukun kampong. Dia bisa belajar dari mana operasi? Lu suka
ngaco” kata fary yakin
Ketika kami lagi ngobrol, tiba-tiba ada yang menggedor-gedor
pintu rumah kami..
“dokter dokter.. tolong dokter..”ucap orang di luar sana.
Dava segera membuka pintu. “ada apa pak??” Tanya dava
“pak dokter mana?? Itu di klinik ada anak laki-laki
berdarah-darah. Tolong pak dokter tolong.” Kata warga
“dian, kinet, kalian lebih baik tunggu di sini. Ini sudah
malam. Terlalu berbahaya di luar, biar gue sama dava aja yang ke klinik. Kalian
jaga rumah, dan kunci semua pintu. Kunci semua jendela, jangan biarka ada yang
masuk dan jangan buka pintu, kecuali kalau gue sms kalian, ngerti kan. Gue
pergi dulu. Baik-baik kalian” setelah berkata begitu, dava dan fary pergi ke
klinik.
Gue dan dian menutup rapat semua
pintu, dan jendela. Entahlah malam ini terasa mencekam sekali..
Tak lama setelah fary dan dava pergi. Pintu belakang rumah
seperti ada yang menggedor-gedor dengan keras. Gue sama dian semakin ketakutan.
Karna kita tahu itu bukan dava dan fary. Gue dan dian, memindahkan meja makan
dan kursi di balik pintu agar, pintu tidak bisa di dobrak oleh orang asing di
luar sana.
Pintu belakang semakin di gedor-gedor, gue dan dian sudah
sangat ketakutan. Setelah memastikan
pintu belakang tidak akan terdobrak, kami masuk ke kamar, dari balik jendela
sosok bayangan hitam lewat. Dan pintu depan pun di gedor-gedor dengan keras..
gue dan dian semakin ketakutan. Meja ruang tamu dan kursi kami rapatkan ke
pintu agar pintu tidak bisa di dobrak.
Gue segera sms fary
To : fary
Lo dimana? Tolong
kita.
di gedor-gedor, ga tau sama siapa.
cepet ke sini, kita takut.
Tak ada
respon.. gedoran pintu kembali lagi ke pintu belakang. Kita bingung harus
gimana. Akhirnya. Gue memutuskan untuk mengambil suntikan dan obat anastesi.
Jika sewaktu-waktu dia membahayakan kita, gue akan suntik dia agar tak sadarkan
diri.
From : fary
Perasaan gue juga
enak. Iini warganya aneh, kita ga boleh balik.
Kalian pakai jaket, jangan bawa senter.
tapi kalian bawa piso atau apapun jadiin senjata. Jangan lupa.
bawa kunci mobil dava di atas meja makan.
suruh dian, bawa tas dava. Sekarang kalian ke kamar mandi.
di sana ada jendela, kalian keluar dari sana. Hati-hati jangan
sampai ada suara. Lalu kalian ke arah timur.
lewat jalan yg waktu itu dava tergelincir. Jalan ke arah barat
kita ketemuan di sungai yang waktu itu.
silent hp kamu. Dan jangan sampai kalian ketawan ada cahaya.
hati-hati nanti gue nyusul. Jaga diri baik-baik
Parah!! Ada
apa ya sebenernya ini!! Gila asli..
Dengan
ketakutan gue dan dian segera mempersiapkan diri.. gedoran tersebut semakin
keras.
kami bergegas menuju jalan yang di tunjukan oleh fary. Dari kejauhan gue
melihat ada 2 orang yang menggedor-gedor rumah. Dan salah satunya membawa kapak
besar. Gue dan dian berjalan ke arah timur.
Melewati jalan yang waktu itu dava
tergelincir.
“kinet, itu
ada rumah. Siapa tau kita bisa minta tolong” bisik dian sambil menunjuk ke arah
rumah yang hampir tak terlihat karna gelap dan tertutup rerumputan yang tinggi.
“aneh. Kata
puput warga desa ga pernah ke tempat ini. Kenapa bisa ada rumah? Jangan bahaya.
Tapi lebih baik kita selidiki rumah siapa itu!” kata gue berbisik dan sambil
berjalan ke arah rumah itu.
Rumah itu
seperti tidak berpenghuni. Gue dan dian memutuskan untuk masuk k dalam.
Sumpah, bau
busuk gitu. Di sana ada lampu. Hebat juga ya, rumah di tengah hutan yang tidak
pernah di jangkau warga tapi ada lampu. Di dalam rumah tersebut ada beberapa
ruangan. Dan yang sempat membuat gue kaget. Ada kamar dan berisi wayat-mayat
penuh darah. Karna gue seorang dokter gue terbiasa melihat hal seperti itu. Gue
hanya heran mengapa bisa ada banyak mayat di sini. Gue memotret kumpulan mayat
itu.
Ternyata ini maksud fary menyuruh kami membawa kamera
Dian terlihat
sangat shock dia melemah, gue membawa dia menjauhi tempat itu. Kami berjalan
memasuki ruangan lain
“net, kenapa
berhenti sih? Ayo jalan terus. Bahaya.” Kata dian
“mbah gito?
Ini rumah mbah gito di. Kita cabut sekarang.” Kata gue menarik tangan dian, gue
melihat foto mbah gito terpampang di salah satu ruangan.
Ketika gue
mau cabut. Terdengar seperti ada suara seorang wanita, tetapi mulutnya seperti
di tutup. Gue dan dia memutuskan untuk berjalan terus ke ruangan berikutnya.
Dan betapa kagetnya gue, ketika melihat itu semacam ruang operasi. Dan ada
puput tergeletak di sana, dengan tangan kaki di ikat, dan mulutnya di lakban.
“mbah gito?
Melakukan operasi.. parah. Dian, lo tolongin puput dan gue akan foto dan cari
barang bukti.
Kalau kita ke kota gue bakal laporin dia!”
Gue foto
ruangan tersebut, gue foto pisau plastic, obat bius, dan laptop. Gue menemukan
laptop mbah gito.
Ternyata di mbah gito sedang membuka web penjualan ginjal.
Gue foto juga buku-buku mbah gito tentang ginjal, dan gue kaget menemukan modul
fakultas kedokteran di mejanya. Ketika gue buka lebih lanjut, gue menemukan
KTP dan ID Card. Ternyata mbah gito
adalah seorang dokter! Kurang ajar! Pantas saja dia tidak senang dengan
keberadaan kami di sini. Ternyata dia tidak ingin identitasnya terbongkar oleh
kami.
“net, ayo
kita pergi sekarang. Keburu dia balik!” kata dian, sambil membopoh puput. Kita
segera pergi dari rumah mbah gito. Yang ternyata seorang dokter itu!
“kita kemana
sekarang??” Tanya gue kepada dian
“kita ke sana
aja. Ayo cepat, sebelum mbah gito menemukan kita!” ucap puput.
Gue, dian dan
puput berlari terus.
Perjalanan
sepertinya sudah hampir 1 jam tapi puput masih terus berjalan cepat.
“ayo cepat.”
Kata puput, “kau duluan kita nanti nyusul. Capek..” kata gue,
“di, lo
ngerasa ada yang aneh ga sih? Kayanya si puput dari tadi hanya bawa kita
muter-muter daerah sini.
Tadi gue sengaja goresin pohon itu untuk ngasih jejak.
Dan sekarang kita ada di pohon yg itu lagi. dia ga bener di.” Bisik gue kepada
dian. Sambil pura-pura kecapean.
“udah belom
istirahatnya? Ayo dong cepet.” Teriak puput.
“iyah
sebentar lagi, minum dulu kita.” Teriak gue
“lo liat kan,
dia berani teriak-teriak. Sedangkan dengan teriak mbah gito bisa dengar kita.
Dia sengaja, supaya kita bisa di tangkap.” Bisik gue
Kita mendekat ke puput, dan hap. Mulut puput gue tutup
pakai bius, ketika dia pingsan, gue suntik cairan anastesi supaya dia ga sadar
untuk beberapa jam. Dian mengikat tangan dan kaki puput. Dan kami segera
meninggalkan dia.
**********
Gue dan dian
sudah sampai di sungai. Tepat pukul 1 dini hari. Gue dan dian mencari tempat
yang paling aman, dan tak ada 1 orangpun
yg bisa melihat kami.
gue mencoba telfon fary dan dava. Tapi tak di angkat. Gue sms
To : fary
kita udah sampai di sungai. Kalian di mana?
parah, ternyata mbah gito itu dokter.
cepet ke sini. Gue takut, gue ingin pulang!
Smspun tak di
jawab.
“net, mereka
mana yah? Apa mereka udah di bunuh sama kelompok mbah gito?” Tanya dian
“aduh amit-amit deh, doain aja deh mereka selamat. Gue ga rela kehilangan
mereka. Eh stttttttt lo denger suara ga? Itu kayanya fary dan dava deh.” Kata
gue lalu melihat kea rah sumber suara.
“sttt sssttt”
siul gue kode kepada 2 orang pria yang ternyata fary dan dava.
Mereka
dateng, dan fary berkata “gue sama dava hampir mati. Gila, warga desa udah di
hasut sama mbah gito itu, mereka pikir kita datang ke sini punya maksud jahat!
Liat dava pergelangan tangannya patah. Tadi kita berusaha melepaskan ikatan di
tangan kami supaya bisa lolos dari mereka. Karna ikatan dava terlalu kuat
sampai patah jadinya.” Jelas fary,
Gue melihat
dava menahan rasa sakit. Gue ingat masih punya obat anastesi. Lalu dengan cepat
gue suntikkan di tanga dava, supaya sedikitnya bisa mengurangi rasa sakitnya.
Dian nangsi
saat itu, dia memeluk tubuh dava dengan erat
“far, gue mau pulang. Gue ga kuat di sini. Gue takut.” Tangis dian.
Gue ga kuat
liat dian menangsis begitu.
“gini, kita
harus keluar dari sini, tengah malam. Karna warga desa juga tidak ada yang
berani keluar saat tengah malam. Jadi intinya, kita harus menunggu besok malam.
Agar penduduk desa sudah mengira bahwa kita sudah mati.” Kata fary
“ga bisa gitu
far, lo liat kondisi dava. Tangannya patah, kita udah ga punya obat anastesi
lagi far. Pokoknya kita harus pulang sekarang juga. Sebelum pagi.” Kata gue
ngotot
“setuju sama
kinet. Yuk sekarang kita ke mobil.,” desa ini pada tengah malam begini memang
sangat sepi, tidak ada yang berani keluar.
Kami semua
menuju klinik. Lampu klinik di matikan, kami semua masuk mobil dengan membuka
dan menutup pintu dengan sangat hati-hati. Fary mengambil alih kemudi, karna
tangan dava sedang patah. Dava dan dian duduk di belakang. Gue menemani fary
duduk di depan.
Dava
menyalakan mobilnya dan segera meninggalkan desa dengan kecepatan yang
maksimal.
Hampir 2 jam
fary mengendarai mobil. 1 jam lagi kita akan masuk kota.
“mungkin di
sini udah aman far. Kita istirahat dulu yah. Kasian kamu pasti belum tidur.”
Kata gue berusaha meyakinkan fary.
akhirnya mobilnya berhenti di jalan. Tapi ada 4 orang mencegat.
“keluar “
kata orang-orang itu.
“far jangan
far.” Teriak dava dari belakang. Gue dan dia ketakutan meliihat keempat orang
berbadan besar itu mengelilingi mobil.
“KELUAR! Enak
aja kamu main keluar dari desa kami” kata salah satu dari mereka.
Fary keluar
dari mobil, waktu SMA fary ikut ekskul bela diri. Dia terlihat jago dalam
menghajar mereka.
Sebelum brug!
Salah satu
dari orang-orang itu membawa balok kayu dan memukul fary. Gue ga kuat melihat
fary melawan mereka sendiri. Gue keluar dari mobil dan membantu fary.
“MASUK
MOBIL!!! KINET BIAR GUE AJA. MASUK LO MASUK!” kata fary teriak.
Dua orang
menghampiri gue. Gue menendang orang
yang di depan gue. Tapi gue tidak sempat memukul orang yang di belakang gue.
Orang itu
menampar gue. “cewek sok berani!” kata orang itu
“JANGAN
SENTUH DIA.!!!!!!!!!” Teriak fary.
Lagi-lagi
cowok ini menampar gue.
Dan dia
mengeluarkan sebilah golok. “kalau pakai ini kayaknya lebih seru! HAHA” ancam
orang ini hendak membunuhku. Aku tidak bisa berkutik, rambutku di dengkram
dengan kuat. Dan sebentar lagi golok itu akan menembus perutku.
“HEH LO
JANGAN MACEM-MACEM!! JANGAN BERANI-BERANI SENTUH DIA.” Teriak fary.
Gue liat 2
orang yang tadi lari. Dan yang satu masih memukuli fary dari belakang. Dan
Brug! Gue
melihat dava memukut orang itu dengan balok kayu hingga pingsan.
Dan akhhhhh… golok
yang di bawa orang itu melukai perut gue, walau walau tidak menembus tapi darah
gue mulai keluar banyak sekali dan brug orang di samping gue jatuh ke tanah.
“jadi itu,
maksud fary nyuruh kita bawa pisau” kata dian sambil terlihat menusuk orang itu
dari belakang.
gue masih
memegangi perut , dia menolong dan membantu gue naik mobil.
Dava dan fary
segera menyusul setalah menyingkirkan kedua orang itu.
Fary tampak
kesakitan di dalam mobil dia berkata “maafin gue, lo semua jadi pada luka
gini.”
Akhirnya setelah 1 jam perjalanan kita sampai kota. Fary
segera menuju rumah sakit. Supaya kami semua mendapat penanganan medis. Dan dia
yang sama sekali tidak terluka parah, segera melaporkan kejadian ini kepada
polisi.
Ya inilah
cerita kami ‘4 relawan’, tidak semua desa
seperti itu kok.
Tapi kami
bangga pernah masuk ke desa itu,banyak dapet pengalaman yang luar biasa.
Dan ternyata,
mbah gito itu adalah seorang dokter, dia datang ke desa tersebut karna penduduk
desa masih tabu terhadap hal-hal medis apalagi operasi. Dengan begitu mbah gito
mengambil ginjal mereka untuk di jual.
Oleh karna
itu semenjak kami tinggal di sana banyak kejadian aneh, karna mbah gito dan
dukun setempat tidak senang keberadaan kami di sana. Karna fary seorang dokter
dan pasti tau tentang operasi, mbah gito takut jika nantinya identitasnya
sebagai penjual ginjal terkuak oleh kami.
Dan sekarang
semenjak kejadian itu gue tetap ga kapok jadi relawan. Apalagi kalau perginya
sama keempat teman gue ini.
************************************tamat*****************************************